Selasa, 20 November 2012

jama'ah al khidmah pegiringan

Add caption
Assalamu’alaikum Wr wbt,Ahlan wa Sahlan wa Marhaban bikum,
Al-Hamdulillah, Al-Hamdulillah, Al-Hamdulillah wasy Syukrulillah, dengan ungkapan ini, kita panjatkan puja-puji syukur kehadhrat Allah SWT, serta tidak lupa Sholawat dan Salam dihaturkan kepada junjungan kita Rasulullah SAW, serta keluarga dan para sahabatnya, sebagai rasa haru dan bahagia atas masih dipertemukanNya kita semua melalui wadah ini.
Semoga pertemuan kita ini, mendapatkan rahmah dari Allah SWT, mendapatkan margfirah, pengampunan daripada Allah dan diberi Istiqomah, Tuma’ninah, Ma’zia datil Mahabbah wal Ma’rifah wal Taqqorub ‘Indallah dan diberi selamat dari segala macam musibah dan dari segala macam penyakit dan dari segala macam kerosakan, gangguan dan kedzoliman serta fitnah, dan diberi Husnul Khotimah fiddini wad Dunya wal Akhiroh, Amin, Amin, Amin ya Robbal ‘Alamin.
Kemuncak lisan bertutur, tersimpul mudah bahasa, "SELAMAT DATANG KE  AL-KHIDMAH pegiringan bantarbolang pemalang"
Jazakumullah Khoiron Katsiro Wafiron Magrhfuro Fiddarain, Amin…



SMS MERESAHKAN*

News image
Penjelasan Masalah : ”Tanzilal ‘azizir rahim litundzira qauman ma undzira aba’uhum fahum ghaafiluun”. Kirim surat yasin ini mnimal ke-10 org, insya Allah 2 jam kemudian  kmu akn mndengar kbar baik n mndaptkan kbhagiaan. Dmi Allah ini amanah dr Habib Muh bin Hasan al-Athas pekalongan. Mhn jgn dihpus sblm disbrkan ke-10 org. kmu akn mndptkan ssutu yg tdk diignkan”. Begitulah di antara kalimat SMS gelap yang belakangan semangkin tersebar di pemilik hand phone. SMS seperti ini banyak menimbulkan keresahan, kerana di samping menjanjikan kejutan-kejutan atau kebahagiaan tak terduga, juga menimbulkan ketakutan-ketakutan psikologis kerana dikaitkan dengan hal-hal yang bersifat  keramat seperti Rasullah SAW, wali, habib, kyai, ayat-ayat Al Qur’an dll. Fenomena seperti ini menyebabkan banyak masyarakat yang tergoda dengan tarikan janji-janji atau khawatir de...
Selanjutnya...

Shohih Muslim

News image
Oleh: Ibnu Al Waroq* Shohih Muslim merupakan salah satu kitab rujukan Hadis paling utama setelah Shohih Bukhori. Kitab ini ditulis oleh Al Imam Abu Al Hasan Muslim bin Al Hajjaj bin Muslim Al Qusyairi An Naisaburi, seorang imam ahli Hadis dan telah diakui kemuliaan dan keimamannya. Kepakaran Imam Muslim dalam Hadis ini dibuktikan dengan hasil karyanya Shohih Muslim, dimana belum ada kitab seperti itu yang ditulis oleh para ulama sebelum Imam Muslim maupun sesudahnya. Imam Muslim dilahirkan di Naisabur pada tahun 204 H. Beliau mula menuntut ilmu sejak masih kecil, kemudian melakukan rihlah ke beberapa wilayah Islam. Beliau mengunjungi Iraq, Hijaz, Syam dan Mesir. Beliau banyak menimba ilmu dari para syeikh yang berada di wilayah-wilayah tersebut yang merupakan para guru Imam Bukhori ...
Selanjutnya...

Saudah Binti Zam'ah

News image
Pengisi kesunyian hati Baginda Nabi SAW.  Dalam kesendirian dan kehampaan hati karena di tinggal isteri yang sangat dicintai kerana perjuangannya, dia hadir membawa perbezaan yang halus bagi manusia yang paling mulia. Dengan keceriaan jiwa yang dimilikinya dan kebesaran jiwanya membuat dirinya senantiasa di sisi Rasulullah SAW. Dialah Saudah binti ...
Selanjutnya...

Sifat-sifat Rasulullah SAW

News image
Rasulullah SAW adalah seorang yang mempunyai budi pekerti yang sangat luhur. Jika ada pakaian yang koyak, Rasulullah SAW menampalnya sendiri tanpa menyuruh isterinya. Beliau juga memerah susu kambing untuk keperluan keluarga maupun untuk dijual....
Selanjutnya...

Majlis Dzikir, MaulidurRasul SAW & Haul

News image
                         Inilah Santapan Ruhani yang kami Sajikan :Majlis Dzikir, MaulidurRasul SAW & Haul Akbar Singapura 2010M26 Sept'10, 7.50pagi @Masjid SultanSemoga diberi kelapangan waktu, sihat wal afiat & semangat yang kuat, untuk hadir beramai-ramai di dalam majlis ini...Sebelum & sesudahnya, kami mohon maaf atas segala kekurangan & kelemahan di dalam berkhidmah, terutama di dalam mengundang segenap Muslimin Muslimat ke dalam majlis yg penuh berkah ini...Jazakallah Khoiron Katsiroo Wafiron Maghfuroo Fiddarain, Amin 3...
Selanjutnya...

Wiladah (melahirkan)

News image
Nombor tiga dari hal-hal yang mewajibkan mandi adalah wiladah (melahirkan). Wiladah kadangkala tidak diakhiri dengan keluarnya darah. Ketika terjadi perkara semacam ini, maka hukumnya disamakan dengan hukum janabat (mengeluarkan mani). Kerana pada hakikatnya anak yang dilahirkan terbentuk dari air mani seorang laki-laki dan perempuan. Semua wanita yang melahirkan diwajibkan utuk mandi, baik cara melahirkannya melalui proses yang alami maupun melalui proses operasi....

Jama'ah Al - Khidmah Pegiringan Bantarbolang Pemalang: KETETAPAN MAJELIS LIMA PILAR

Jama'ah Al - Khidmah Pegiringan Bantarbolang Pemalang: KETETAPAN MAJELIS LIMA PILAR: KETETAPAN MAJELIS LIMA PILAR T e n t a n g PRINSIP DASAR TUNTUNA...

Bagaimanakah Kita Bersyukur?


E-mail Print PDF
Sayyiduth Thoifah Asy Syaikh Abul Qosim Junaid Al Baghdady RA berkata: "Secara umum orang bersyukur mempunyai kepentingan dan mencari tambahan untuk dirinya, sehingga ia bersimpuh di sisi Allah SWT atas kepentingan dirinya." Ertinya seorang hamba dikatakan sempurna dalam bersyukur kepada Allah SWT, jika ia menempatkan dan meletakkan syukurnya hanya kerana meraih redha Allah Yang Maha Luhur, bukan sebagai balasan atas nikmat yang datang dari-Nya. Kerana hakikat nikmat adalah murni kebaikan Allah kepadanya semata. Secara umum orang-orang yang bersyukur kerana alasan, dorongan atau kepentingan yang sangat tampak jelas dan boleh diindera berhenti dan condong serta tergiur pada bahagian nafsunya, yakni meminta dan meraih tambahan. Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam firman Allah SWT: "Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allah-lah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar. (Allah berbuat demikian untuk membinasakan mereka) dan untuk memberi kemenangan kepada orang-orang mukmin, dengan kemenangan yang baik. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui" [QS.  Al anfal: 17].
Ditinjau dari asbabun nuzul, ayat di atas ditujukan kepada Bani Israil, akan tetapi yang menjadi ukuran adalah keumuman penyuntingan  bukan kekhushusan latar belakang turunnya ayat. Sehingga maksud ayat di atas itu umum, yaitu jika kalian bersyukur, nescaya Kami tidak akan mengganti kenikmatan yang telah Kami anugerahkan kepada kalian, berupa keselamatan, kemenangan, membinasakan musuh-musuh Kami dan kenikmatan-kenikmatan lain yang tidak bisa dihitung jumlahnya. Dan jika kalian membalas kenikmatan tersebut dengan keimanan, kebaktian dan keta'atan, nescaya Kami akan terus menambahkan nikmat-nikmat kepada kalian. Demikian juga sebalik­nya, jika kalian mengingkari nikmat-nikmat, nescaya siksa Kami sangat pedih.
Sayyiduna Sayyiduth Thoifah Asy Syaikh Abul Qosim Junaid Al Baghdady RA juga berkata: "Syukur adalah jika engkau tidak melihat dan merasa bahawa dirimu berhak mendapatkan suatu nikmat." Maksud ungkapan ini adalah seorang hamba selalu dan senantiasa menjaga kemuliaan dan melaksanakan adab, kerana jika ia tidak melihat dan merasa bahawa dirinya berhak pada suatu nikmat, akan tetapi ia melihat dan merasakan bahwa suatu nikmat merupakan anugerah dan kebaikan yang murni dari Allah SWT, maka ia akan merasa malu kepada Allah jika keberadaan syukur tersebut sebagai balasan atas nikmat-Nya. Sebab ketika ia menganggap syukur sebagai sebuah kenikmatan (bukan kenikmatan yang awal), maka ia akan selalu butuh pada syukur yang lain. Sehingga selamanya ia akan terbebas dari perasaan dan anggapan bahwa dirinya adalah orang yang bersyukur.
Hakikat syukur dikembalikan pada tiga perilaku; menegakkan kewajiban-kewajiban, mengikuti tuntunan, bimbingan dan suritauladan Baginda Habibillah Rasullullah Muhammad SAW dan memperindah akhlak kepada sesama mahluk, sebagai­mana yang telah disabdakan oleh Baginda Habibillah Rasulullah Muhammad SAW: "Bertakwalah kepada Allah di manapun kamu berada, ikutilah perbuatan jelek dan buruk dengan kebaikan, dan berakhlaklah kepada manusia dengan akhlak yang baik dan terpuji" [H.R. Ahmad dll.]. Tiga perilaku ini merupakan sesuatu yang prinsip. Barang siapa meninggalkannya, maka ia tidak akan pernah sampai dan disampaikan di sisi Allah SWT.
Dari penjelasan di atas, maka jelaslah, pengakuan seseorang bahwa ia memiliki suatu nikmat tidaklah sah jika ditinjau dari segi hakikatnya. Yakni, ia menyandarkan suatu nikmat kepada dirinya, berupa nikmat-nikmat yang hakikatnya merupakan pinjaman dan milik Allah. Pengakuan sesaorang pada sesuatu yang bukan miliknya itu sangat tidak dibenarkan menurut syarak, akal sihat, dan harga diri. Kerana segala yang dipinjamkan itu akan dikembalikan kepada pemiliknya (Allah). Lagi pula semua hak milik yang dikecapi itu akan sirna dan hilang kerana adanya hak milik yang hakiki (Allah Tuhan semesta alam). Oleh kerana itu, sudah seharusnya hati seorang hamba selalu merasa butuh, pecah, bodoh, tidak berdaya, rendah, hina, nista dan terdesak lalu mendekatkan diri (Jawa: kepepet terus mepet) kepada Allah  Ta'ala dalam segala hal.
Rasulullah SAW bersabda: "Tidak ada seseorang yang lebih cemburu dari pada Allah. Oleh kerananya, Allah mengharam­kan segala yang keji, baik yang lahir maupun yang bathin. Tidak ada sesaorang yang lebih mencintai untuk dipuji dari pada Allah. Oleh kerananya, Dia memuji Dzat-Nya sendiri. Dan tidak ada orang yang lebih mencintai untuk menerima alasan dari pada Allah. Oleh kerananya, Dia menurunkan Al Qur'an dan mengutus para Rosul" [H.R. Bukhori]. Yang dimaksud cemburu pada hak Allah Ta'ala adalah tercegahnya sesuatu milik Allah baik itu hak atau sifat untuk diamalkan, disandarkan atau diterapkan pada selain Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda: Allah SWT berfirman: "Kebesaran dan Keagungan adalah pakaian-Ku (Sifat-Ku) dan Sombong adalah selendang-Ku (Sifat-Ku), barang siapa merebut kedua sifat tersebut dari-Ku, nescaya Aku akan membinasakannya." [H.R. Abu Dawud dll.].
Sayyiduna Asy Syaikh Abu Utsman Al Maghrobi RA berkata: "Syukur adalah mengetahui dan mengerti serta merasa lemah dan tidak mampu untuk bersyukur." Ertinya, ketika seorang hamba melihat, mengerti dan merasakan bahwa syukurnya merupakan nikmat yang di­anugerahkan kepadanya, maka ia diperintahkan untuk mensyukuri nikmat tersebut. Dan syukurnya yang kedua juga me­rupakan nikmat yang lain, sehingga ia diperintahkan untuk mensyukurinya, dan seterusnya akan berantai-rantai ti­dak akan habis dan putus sampai ajal menghampiri­nya. Hingga akhirnya ia menjadi lemah dan tidak mampu untuk bersyukur dalam keadaan apapun. Dalam hal ini Sayyiduna Abu Bakar Ash Shiddiq RA berkata: "Merasa lemah dan tidak mampu menemukan penemuan adalah hakikat penemuan." Beliau juga berkata: "Maha Suci Dzat Yang tidak menjadikan jalan untuk berma'rifat kepada-Nya, kecuali dengan merasa lemah dan tidak mampu untuk berma'rifat kepada-Nya."
Oleh kerananya bukti dan dalil keabsahan ilmu seorang hamba yang disertai dengan kesungguhan dalam beramal adalah pengakuan dirinya bahwa ia lemah dan tidak mampu menemukan hakikat Dzat Yang Maha Luhur, sehingga dalam mengetahui dan mengerti pada Dzat Yang Maha Luhur hanya sebatas pada makna lahir dari Asma-asma dan Sifat-sifat Allah SWT semata. Dengan landasan itu, maka dapat kita katakan bahwa: "Mensyukuri perbuatan syukur itu lebih sempurna dari pada syukur itu sendiri."
Untuk lebih jelasnya, lihatlah bahawa syukurmu itu terlaksana kerana taufiq-pertolongan Allah Ta'ala. Dan taufiq-pertolongan itu termasuk nikmat yang paling agung, sehingga engkau mensyukuri perbuatan syukur, lalu engkau mensyukuri pada syukur atas perbuatan syukur, dan seterusnya sampai tidak ada batas dan selesainya serta tidak ada kemampuan  baginya untuk memenuhinya.(*)
 ----
[1] Artikel ini merupakan lanjutan dari artikel edisi 19 dengan judul Hakekat Syukur yang disarikan dari kitab Al Muntakhobaat karya Hadlrotus Syaikh Ahmad Asrori Al Ishaqi RA.

KETETAPAN MAJELIS LIMA PILAR


E-mail Print PDF

KETETAPAN MAJELIS LIMA PILAR
T e n t a n g
PRINSIP DASAR TUNTUNAN DAN BIMBINGAN HADLROTUSY SYAIKH ACHMAD ASRORI AL ISHAQI, RA
DENGAN RAHMAT DAN RIDHO ALLAH SWT
MAJELIS LIMA PILAR
Menimbang :
a. bahwa manusia menurut fithrahnya, diciptakan oleh dan menjadi makhluq Sang Khaliq semata-mata hanya untuk menghamba dan mengabdi serta beribadah kepada Allah SWT.
b. bahwa secara alamiyah dalam ubudiyah dan amaliyah harus didasarkan pada tuntunan dan contoh suritauladan pengalaman di dalam pengamalan mengikut sunah Rasulullah SAW melalui seorang mursyid - guru thoriqoh, yang mewarisinya secara runtut, menurut silsilah-ruhaniyahnya;
Mengingat :
Keseluruhan isi kandungan tuntunan dan bimbingan Hadlrotus Syaikh yang termaktub di dalam kitab-kitabnya.
Memperhatikan :
1. Dawuh-dawuh dan Amanat beliau, Hadlrotus Syaikh di berbagai majelis dan kesempatan
2. Uraian dan pemaparan yang disampaikan Pengurus berdasarkan dawuh-dawuh Beliau
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
KESEPAKATAN MAJELIS MUSYAWARAH LIMA PILAR TENTANG PRINSIP DASAR TUNTUNAN DAN BIMBINGAN HADLROTUS SYAIKH ACHMAD ASRORI AL ISHAQI, RA
Pasal 1
Untuk dapat memperkokoh kebulatan tekad dan keyakinan itiqod yang kuat secara utuh, penuh, menyeluruh, paripurna dan murni atas tuntunan dan bimbingan Hadlrotus Syaikh.
 selanjutnya pengejawantahan Lima Pilar disusun dengan sistimatika sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan
Bab II Ke Thoriqohan
Bab III Pondok Pesantren Assalafi Al-Fithrah
Bab IV Yayasan Al-Khidmah Indonesia
Bab V Perkumpulan Jamaah Al-Khidmah
Bab VI Hal yang Berkenaan dengan Keluarga Hadlrotus Syaikh Achmad Asrori al Ishaqi RA.
Bab VII Penutup
Bab VI Hal yang Berkenaan dengan Keluarga Hadlrotus Syaikh Achmad Asrori al Ishaqi RA.
Bab VII Penutup
Pasal 2
Isi beserta uraian sebagaimana tersebut dalam pasal 1 kesepakatan ini, terdapat dalam Naskah LIMA PILAR yang menjadi bagian yang tak terpisahkan dari/dengan Ketetapan ini.
Pasal 3
Dengan adanya Ketetapan ini, materi yang belum tertampung dalam-dan tidak bertentangan dengan isi Ketetapan ini, dapat diatur oleh serta berdasarkan musyawarah dan kemufakatan Majelis Penentu Kebijakan yang anggotanya terdiri dari wakil masing-masing ke LIMA PILAR.
Pasal 4
Menugaskan dan memberi kewenangan serta kekuasan kepada Majelis Penentu Kebijakan untuk mengemban dan melaksanakan Ketetapan ini dan juga bagian Kesepakatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Ketetapan ini.
Pasal 5
Kesepakatan ini disahkan pada tanggal ditetapkan dan mulai berlaku pada saat dilaksanakannya ketentuan sebagaimana termuat dalam Pasal 4 Ketetapan ini.

HAKIKAT SYUKUR

.


E-mail Print PDF
[Disarikan dari Al Muntakhobat karya Hadhrotus Syaikh Ahmad Asrori Al Ishaqi RA]. 
SyukurSyukur merupakan akhlak ketuhanan dan termasuk sebahagian dari maqom tertinggi seorang salik, pakaian orang-orang yang berma'rifat dan hiasan orang-orang yang didekatkan dan disampaikan ke pangkuan Allah SWT. Allah SWT berfirman: "Jika kamu meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya Allah melipat gandakan balasannya kepadamu dan mengam­puni kamu. Dan Allah Maha Pembalas jasa lagi Maha Penyantun" [Q.S.  At Taghobun: 17].

Anak cucu Adam sejak awal pertumbuhan, awal terciptanya dan keluar dari rahim ibu mereka mempunyai gelar dan ditandai dengan kebodohan dan tidak berilmu. Allah SWT berfirman: "Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui apapun." [QS.  An Nahl : 78]. Lalu Allah SWT menganugerahi keistimewaan kepada sebahagian mereka dengan keistimewaan bantuan dan pertolongan-Nya. Allah SWT memilih mereka sebagai orang-orang yang mendapatkan petunjuk dan orang-orang yang menjadi kekasih-Nya, dimana Allah SWT menjadikan semua sebab dan perantara untuk menghasilkan Ilmu tersebut. Allah SWT berfirman: "Dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati." [QS. An Nahl: 78]. Lalu Allah SWT menyatakan penyandaran kepada anak cucu Adam dan menetapkan derajat yang tinggi, dekat dan sampai di sisi-Nya dengan adanya syukur kepada-Nya. Allah SWT berfirman: "Agar kamu bersyukur." [QS.  An Nahl: 78].

Marilah kita melihat, mempelajari  dan memikirkan perilaku Baginda Habibillah Rasulullah Muhammad SAW. Beliau SAW melakukan solat sehingga kedua kaki mulia beliau bengkak agar menjadi hamba Allah yang banyak bersyukur. Beliau SAW ditanya: "Wahai Rasulullah, bukankah Allah telah mengampuni segala dosamu yang telah lewat dan yang akan datang ?" Beliau SAW menjawab: "Aku ingin menjadi hamba yang banyak bersyukur” [H.R. Bukhori-Muslim]. 

Keadaan seorang hamba adakalanya bersyukur, diam atau mengadu. Jika ia bersyukur maka ia adalah asy syaakir (orang yang bersyukur), jika diam maka ia adalah ash shobir (orang yang bersabar). Dan jika ia mengadu kepada selain Allah, maka ia adalah asy syaaki (orang yang mengadu kepada selain-Nya). Merasa bodoh, hina, nista, rendah diri, merasa butuh, tercepit dan mendekatkan diri (Jawa: kepepet dan mepet) kepada Allah SWT dalam segala hal adalah merupakan suatu keluhuran dan kemuliaan, sedangkan mengadu kepada selain Allah SWT adalah merupakan kehinaan dan kenistaan.  Allah SWT berfirman: "Sesungguhnya apa yang kamu sembah selain Allah itu adalah berhala, dan kamu membuat dusta. Sesungguhnya yang kamu sembah selain Allah itu tidak mampu memberikan rezeki kepadamu, maka mintalah rezeki itu di sisi Allah, dan sembahlah Dia dan bersyukurlah kepada-Nya. Hanya kepada-Nya-lah kamu akan dikembalikan." [Q.S. Al Ankabut: 17 ].

Diriwayatkan dari Sayyidina Anas RA, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda: "Tidak ada suatu nikmat, meskipun masanya sudah lewat, dimana seorang hamba memperbaharui syukur atas nikmat tersebut, kecuali Allah SWT akan memperbaharui pahala untuknya. Dan tidak ada suatu musibah, meskipun masanya sudah lewat, di mana seorang hamba memperbaharui istirja' (membaca innaa lillaaHhi wa innaa ilaiHhi raaji'un), kecuali Allah SWT akan memperbaharui pahala untuknya. Mensyukuri atas nikmat akan meringankan beban yang berat, dan bersabar atas kesusahan dan kesulitan akan memelihara, menjaga dan mengumpulkan buah yang akan dipetik."[1]

Menurut bahasa, asal kata syukur dipakai dalam ungkapan orang arab: "daabatun syakuur", yakni ketika binatang ternak kelihatan gemuk karena makanan yang diberikan padanya. Imam Al Jauhari RA berkata: "Binatang ternak disebut asy syakur jika ia mencukupi dengan makanan yang sedikit." Semakna dengan ini, ungkapan seseorang: "SyukruHhu ta'ala" maksudnya bahwa Allah memberikan pahala yang banyak atas amal yang sangat sedikit." Oleh karena itu, syukur menurut bahasa adalah tambahan. Dalam bahasa arab dikatakan: "Syakarat Ad Dabbah, tasykuru, syukran", maksudnya binatang ternak kelihatan gemuk karena makanan yang diberikan. Dalam bahasa, syukur diterangkan sebagai perbuatan yang timbul akibat dorongan rasa mengagungkan Allah Dzat Yang Maha Pemberi nikmat, ditinjau dari segi bahwa Allah telah memberikan nikmat kepada orang yang bersyukur dan kepada orang lain. 

Dalam pengertian istilah, syukur adalah mendayagunakan semua kenikmatan yang dianugerahkan kepada seorang hamba untuk tujuan apa ia diciptakan, yakni untuk ibadah, khidmah atau ma'rifat. Hakikat syukur menurut Ulama Muhaqiqun adalah mengakui kenikmatan yang dianugerahkan Allah Dzat Yang Maha Pemberi nikmat, disertai dengan rasa lemah, bodoh, hina dan nista serta rendah diri. Pengertian ini sebenarnya merupakan penyebab syukur, bukan hakikat dari pada syukur. 

Berdasarkan pengertian ini Allah SWT boleh disifati dengan Asy Syakur secara majaz (kiasan) bukan secara hakiki, sebab rasa lemah, bodoh, hina dan nista serta rendah diri itu mustahil bagi Allah. Oleh karenanya, kata syakur yang disandarkan pada Allah mempunyai pengertian bahwa Allah SWT membalas hamba-hamba-Nya, dan memberi pahala atas syukur mereka, sehingga balasan syukur itu dinamakan syukran. Allah SWT berfirman: "Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barang siapa mema'afkan dan berbuat baik, maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang dlalim." [QS.  Asy Syura: 40].

Adapun syukur diertikan bahwa Allah adalah Dzat Yang Maha Pemberi pahala kepada hamba-hamba-Nya yang ta'at dan soleh, sebagaimana yang dikatakan bahwa syukur adalah memuji kepada Dzat yang berbuat baik dengan menuturkan kebaikan-kebaikan-Nya, maka boleh menyandarkan kata syakur kepada Allah secara hakiki.

Dari pemaparan di atas, tidak ada kemusykilan lagi, bahwa Allah SWT memuji hamba-hamba-Nya yang ta'at dan soleh dengan menyebutkan ketaatan mereka, dan ini juga termasuk kebaikan yang dilakukan oleh Allah. Seorang hamba juga dapat disebut syakur, karena memuja dan memuji Allah dengan menyebutkan nikmat-nikmat-Nya, dan hal ini juga termasuk bentuk perbuatan baik yang agung. Maksudnya, bahwa kebaikan seorang hamba kepada Tuhannya adalah berbakti kepada Allah SWT, sedangkan kebaikan Allah Yang Maha Haq kepada hamba-Nya adalah memberi kenikmatan berupa pertolo­ngan untuk berbuat syukur kepada-Nya. Syukur seorang hamba; intipati yang utama adalah mengucapkan dengan lisan dan mengakui dengan hati atas nikmat-nikmat yang dianugerah­kan oleh Allah, disertai dengan sikap tenang dan teduhnya anggota badan.

Ditinjau dari intipati syukur dibahagi menjadi tiga:
1.     Syukur dengan lisan, iaitu pengakuan seorang hamba atas nikmat yang disertai rasa tenang, teduh, merasa bodoh, hina dan nista.
2.     Syukur dengan badan dan anggota badan, iaitu pengabdian seorang hamba dengan memenuhi, mengabdi dan berkhidmah kepada Allah SWT.
3.     Syukur dengan hati, yaitu bersimpuhnya seorang hamba atas dasar kemuliaan, keindahan, kebesaran, keagungan dan kesempurna­an Allah SWT, dengan selalu menjaga kemuliaan-Nya.

Syukur dengan lisan hanya sekedar syukur secara bahasa saja. Syukur dengan anggota badan merupakan syukur secara bahasa dan istilah, dengan memandang cakupannya pada anggota lahir dan anggota bathin. Sedangkan syukur dengan hati adalah dengan bersimpuhnya seorang hamba atas dasar rasa menyaksikan kemulia­an, keindahan, kebesaran, keagungan dan kesempurnaan  Allah SWT. Yakni, hatinya selalu menghadirkan dan melihat bahwa setiap anugerah dan kemuliaan itu datangnya dari Allah semata. Syaratnya adalah adanya kekuatan roja' (harapan) akan diterima di sisi Allah, yang disertai dengan selalu menjaga (aturan Allah) dan menyaksikan kemuliaan, keindahan, kebesaran, keagungan dan kesempurnaan Allah SWT, serta melaksanakan hakikat mengikuti Baginda Habibillah Rasulullah Muhammad SAW dengan penuh tanggung jawab dan tanpa adanya keinginan untuk diberi atau tidak. Sayyiduna Asy Syaikh Khoirun Nassaj RA berkata: "Harta warisan amal-amalmu adalah sesuatu yang layak pada semua perbua­tan­mu. Oleh kerana itu, carilah harta warisan anugerah dan kemuliaan-Nya, kerana hal itu jauh lebih utama bagimu."

Menurut sebahagian Ulama, syukur yang disandarkan pada maqom-maqom semua orang yang soleh itu ada tiga:

1.    Syukur orang-orang alim, yaitu mensyukuri dengan lisan mereka, sebab tidak ada ilmu sedikitpun di sisi mereka kecuali harus disyukuri dengan lisan.
2.    Syukur yang menjadi sifat orang-orang yang ahli ibadah, yaitu dengan perbuatan dan ketaatan mereka.
3.    Syukur Ahli Ma'rifat, yaitu dengan istiqomah dalam bersyukur pada semua ahwal mereka, mereka pindah dari amal-amal anggota lahir menuju pada perilaku-perilaku hati.

Dari uraian ini, jika kita mengetahui makna orang yang soleh, yaitu orang yang menegakkan hak-hak Allah Yang Maha Haq dan hak-hak makhluk, nescaya kita akan faham penjelasan di atas.

[Disarikan dari Al Muntakhobat karya Hadhrotus Syaikh Ahmad Asrori Al Ishaqi RA].